Paradigma baru pengelolaan keuangan negara sesuai
dengan paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara meliputi
Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum setidaknya mengandung tiga
kaidah manajemen keuangan negara, yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas,
dan akuntabilitas - transparansi. Yang semuanya itu bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik oleh pemerintah, karena sebelumnya tidak ada
pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintah yang melakukan pelayanan
kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam.
Rumah sakit merupakan institusi yang kompleks,
dinamis, kompetitif, padat modal dan padat karya, yang multi disiplin serta
dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu berubah. Namun rumah sakit harus tetap
konsisten untuk menjalankan misinya sebagai institusi pelayanan sosial, dengan
mengutamakan pelayanan kepada masyarakat dengan selalu memperhatikan etika
pelayanan.
Rumah sakit pemerintah sebagai lembaga layanan publik
yang menjalankan fungsi kesehatan, selain perlu memahami peran, fungsi, dan
manajemen rumah sakit, juga perlu melakukan perubahan paradigma lembaga dari
bersifat sosial-birokratik menjadi lembaga sosial-ekonomi yang harus menerapkan
konsep-konsep manajemen modern dengan tetap mempertahankan visi, misi, dan
fungsi sosial rumah sakit. Arah pembenahan layanan publik pada rumah sakit
mensyaratkan adanya peningkatan kualitas pelayanan masyarakat sesuai arti dan
perannya yang pada hakikatnya adalah untuk pembangunan manusia Indonesia.
Dengan memperhatikan pentingnya peran layanan publik rumah sakit, maka
diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan guna mencapai hasil
yang optimal.
Sejalan dengan reformasi pengelolaan keuangan negara,
maka rumah sakit sebagai salah satu unit pelaksana teknis pemerintah yang
secara langsung member jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat perlu
melakukan perubahan pola piker dalam pemberian pelayanan dan sistem pengelolaan
keuangannya sehingga tercapai tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara
umum rumah sakit pemerintah merupakan unit layanan jasa yang menyediakan untuk
kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas
menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit
dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya
kesehatan menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena
rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan
menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit
pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Bermula dari tujuan peningkatan pelayanan publik
tersebut diperlukan pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang
melakukan pelayanan kepada masyarakat yang saat ini bentuk dan modelnya
beraneka macam. Sesuai pasal 1 angka 23 Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara disebutkan:
“Badan
Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk. Untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan dan/ atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas"
Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam pasal 1 angka 1 PP No. 23
tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004, yang menyebutkan
bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai
peraturan pelaksanaan dari pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang
menyebutkan bahwa “BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat”
Sejalan dengan peningkatan mutu pelayanannya
dengan statusnya sebagai BLU, maka rumah sakit dituntut pula untuk dapat
menyajikan data dan informasi yang akurat, tersaji secara tepat waktu bagi
kepentingan pihak-pihak yang membutuhkannya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan
sumber daya dibidang keuangan yang meliputi transaksi keuangan mengenai sumber
daya, pendapatan, dan beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan
keuangan. Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan/pengguna laporan keuangan seperti: donator,
investor, kreditur, anggota organisasi (rumah sakit), otoritas pengawasan,
pemerintah, dan masyarakat dalam mengambil keputusan ekonomi yang rasional.
Laporan keuangan rumah sakit akan bermanfaat apabila informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat
diperbandingkan.
Menurut peraturan pemerintah nomor 23 tahun
2005 tentang pengelolaan keuangan BLU pasal 26 ayat (2) yang berbunyi:
“Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”.
Dalam hal ini mengacu pada PSAK yang diterbitkan asosiasi profesi akuntansi
Indonesia, tetapi di dalam PSAK belum ada yg mengatur secara spesifik mengenai
Pelaporan Keuangan RS BLU, tetapi jika dilihat dari karakteristik BLU yang
dijelaskan di atas, maka PSAK yang sesuai adalah PSAK No. 45 tentang Pelaporan
Keuangan Entitas Nirlaba karena rumah sakit yang berstatus BLU merupakan salah
satu bentuk organisasi nirlaba yaitu organisasi yang dalam kegiatannya tidak
mengejar keuntungan sebagaimana tujuan dibentuknya BLU. Akan tetapi, mengingat
rumah sakit yang berstatus badan layanan umum merupakan instansi yang berada
dilingkungan pemerintah bukanlah entitas privat yang seharusnya menggunakan SAK
maka penyusunan laporan keuangannya seharusnya menggunakan SAP. Oleh
karena itu, berdasarkan PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada
pasal 25, 26, dan 27 tentang Akuntabilitas, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban
Keuangan BLU, maka perlu menetapkan suatu pedoman akuntansi BLU sebagai pedoman
pengembangan standar akuntansi di bidang industri spesifik dan/atau pedoman
pengembangan sistem akuntansi Badan Layanan Umum (BLU). Untuk
keperluan tersebut, maka menteri keuangan menerbitkan peraturan yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan BLU yaitu Permenkeu No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan keuangan Badan Layanan
Umum.
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah Sulawesi Tenggara yang telah
berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Perubahan status Rumah Sakit Umum
Provinsi Sulawesi Tenggara diresmikan secara langsung oleh Bapak Gubernur
Sulawesi Tenggara, yang memberikan apresiasi dan meminta kepada pengelola rumah
sakit untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan sumber
daya manusia (SDM) pengelolahnya. Perubahan status RSUD Sultra dari SKPD menjadi BLUD merupakan titik awal bagi RSU
Provinsi ini untuk meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat secara
efektif. Proses perubahan status RSUD Sultra dari pengelolaan secara SKPD
menjadi BLUD dimulai 27 Oktober 2008 yang saat itu dibentuk kelompok kerja
penyusun dokumen BLUD melalui Surat Keputusan Direktur RSUD Sultra Nomor
1199/1.3RSUD/X/2008. Perubahan status ini adalah sejalan dengan tuntutan dalam pelayanan
publik sehingga pemerintah daerah membuka ruang agar pelayanan publik seperti
rumah sakit mampu memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat. Ada lima
manfaat yang diperoleh rumah sakit provinsi Sultra dengan berstatus BLUD, yakni
pengelolaan secara langsung, sehingga kesulitan yang biasanya terjadi diawal
tahun menunggu penetapan anggaran untuk belanja makanan pasien, obat-obatan,
reagen/bahan habis pakai, dapat dimungkinkan dengan pola BLUD.
Sejalan dengan perubahan statusnya menjadi
BLUD yang menuntut peningkatan dalam pelayanan publik, Rumah Sakit Umum
Provinsi Sulawesi Tenggara dituntut pula dapat menyajikan laporan keuangannya.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara
menunjukkan bahwa laporan keuangan RSU Provinsi Sultra selama periode 2011
terdiri dari laporan aktivitas, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan. Selain itu disusun pula Laporan Realisasi Anggaran yang
menyajikan informasi tentang anggaran dan realisasi anggaran BLU selama periode
2011. Hal ini menunjukkan laporan keuangannya disusun berdasarkan SAK yaitu
PSAK No 45 dan berdasarkan SAP yang didalamnya terdapat tambahan LRA, dalam hal
ini mengacu pada Permenkeu No 76/PMK.05/2008 tentang Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum. Berikut dikemukakan uraian mengenai jumlah dari masing-masing
elemen-elemen Laporan Keuangan RSU Provinsi Sultra selama periode 2011
Tabel
1.1 Jumlah Elemen-elemen Laporan
Keuangan RSU Provinsi Sultra Tahun 2011
No
|
Uraian
|
Jumlah
(RP)
|
1.
|
Pendapatan
- Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan
- Pendapatan APBD
- Pendapatan Usaha Lainnya
|
47.637.501.651.23
243.900786.774.00
841.783.596.00
|
Jumlah Pendapatan
|
292.380.072.021.23
|
|
2.
|
Beban
-
Beban Layanan
-
Beban Umum dan Administrasi
-
Beban lainnya
|
57.235.406.491.09
9.794.873.585.00
49.275.858.00
|
Jumlah Beban
|
67.079.555.934.09
|
|
3.
|
Surplus/defisit
|
225.300.516.087.14
|
Sumber:
BLUD RSU Provinsi Sultra
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa
jumlah pendapatan selama periode 2011 yaitu sebesar Rp 292.380.072.021.23 dan
jumlah beban sebesar Rp 67.079.555.934.09, sehingga selisih antara pendapatan
dan biaya menghasilkan surplus sebesar Rp 225.300.516.087.14.
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang, maka penulis tertarik melakukan penelitian
terhadap penyusunan laporan keuangan
Rumah Sakit Umum Provi