Standar pelayanan dan
tarif layanan Rumah sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD
menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan
kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah.
Menurut
PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal,
Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Prinsip-prinsip standar pelayanan
minimal menurut PP No 65 Tahun 2005, yaitu:
1.
SPM disusun sebagai alat pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
2.
SPM ditetapkan oleh pemerintah dan
diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
3.
Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah
merupakan bagian dari penyelenggaraaan pelayanan dasar nasional.
4.
SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah
diukur, terbuka,terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai
batas waktu pencapaian.
5.
SPM disesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan, prioritas, dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta
kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.
Menurut PP No 23 tahun 2005, standar
pelayanan minimal BLU harus memenuhi persyaratan, yaitu :
1.
Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti
mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi
BLU/BLUD;
2.
Terukur, merupakan kegiatan yang
pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
3.
Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang
dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat
pemanfaatannya;
4.
Relevan dan dapat diandalkan, merupakan
kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan
fungsi BLU/BLUD;
5.
Tepat waktu,
merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah
Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat
sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi
dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri
kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh
menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan
kepala daerah.
Menurut PP No 23 Tahun
2005, tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan harus mempertimbangkan
hal-hal: kontinuitas dan pengembangan layanan; daya beli masyarakat; asas
keadilan dan kepatutan; dan kompetisi yang sehat.
Dengan terbitnya PP No. 23
Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU.
Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada
Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus
mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada
prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun
pun harus berbasis kinerja.
Penyusunan anggaran rumah
sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator input,
indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan
berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
Menurut Mahsun dalam
bukunya Akuntansi Sektor Publik (2011:233) bahwa pengelolaan keuangan BLU
terdiri dari:
1.
Perencanaan dan Penganggaran
BLU
menyusun rencana strategi bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada rencana
strategis kementrian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD). BLU menyusun rencana bisnis dan Anggaran (RBA)
tahunan dengan mengacu kepada rencana strategi bisnis. RBA disusun berdasarkan
basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya, serta
berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima
dari masyarakat, badan lain, APBN/APBD.
2.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Dokumen
pelaksanaan anggaran BLU paling sedikit mencakup seluruh pendapatan belanja
proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang akan
dihasilkan oleh BLU.
3.
Pendapatan dan Belanja
Penerimaan
anggaran bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.
Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat
dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
merupakan pendapatan operasional BLU. Hibah terikat yang diperoleh dari
masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai
dengan pertukaran. Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
Belanja
BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan dalam RBA definitif.
Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan
antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktik
bisnis yang sehat fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas
sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA, jika melebih ambang batas harus
mendapat persetujuan dari menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota atas usulan
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya. Jika terjadi
kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari
APBN/APBD kepada menteri keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala
SKPD sesuai dengan kewenangannya. Belanja BLU dilaporkan belanja barang dan
jasa kementrian negara/lembaga/SKPD/Pemerintah Daerah.
4.
Pengelolaan kas
Pengelolaan
kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sehat. Penarikan dana yang
bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
(SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.
Pengelolaan Utang dan Piutang
BLU
dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan
BLU. Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis,
transparan dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai
dengan praktik bisnis yang sehat dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang
berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
Utang
BLU dikelola dan diselsesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan,
dan bertanggungjawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktik
bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan pinjamana jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional. Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan
pinjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk belanja modal.
7.
Investasi
BLU
tidak melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bnupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keuntungan yang
diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
8.
Pengelolaan Barang
Pengadaan
barang atau jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prisip efisiensi dan ekonomis,
sesuai dengan praktik bisnis yang sehat. Kewenangan pengadaan barang/jasa
diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
9.
Penyelesaian Kerugian
Setiap
kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum
atau kelalaian seseorang diselesaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.
Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan
Sesuai dengan PP No 23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan
laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK)
yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini
mengakibatkan ketidak konsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung
sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK
(standar akuntansi keuangan) dari IAI, bukan menggunakan PSAP (Standar
akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite
standar akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi
kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan
keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP.
Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya
menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai
badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP No
23 tahun 2005 disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba
menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar
akuntansi keuangan untuk organisasi nirlaba.
Laporan
keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan
keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah
sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan
sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45)
dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor
independen. Disisi lain,
mengingat rumah sakit pemerintah daerah merupakan instansi milik pemerintah
maka pelaporan keuangannya juga harus mengacu pada Permenkeu No 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum.
Adapun Laporan Keuangan
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan
informasi untuk:
1.
Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang
bersangkutan;
2.
Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit
(disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas);
3.
Mengetahui kontinuitas pemberian jasa
(disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
4.
Mengetahui perubahan aktiva bersih
(disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Dalam
hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah,
maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem
akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal
6 ayat (4) PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum).